Logika Dalam Bernalar
23.15
DEFINISI
Untuk pemikiran yang lurus serta
komunikasi dengan orang lain harus memastikan arti (isi dan luas)
pengertian-pengertian dan kata-kata yang dipakai. Pengertian dan diskusi akan
kacau apabila tidak jelas apa yang dimaksudkan dengan istilah-istilah tertentu.
Maka dari itu kerapkali timbul pertanyaan; Apa itu? Apa sebenarnya yang dimaksudkan
dengan istilah ini atau itu? (Misalnya istilah ‘veteran’).
Bagaimanakah caranya menjelaskan
maksud atau arti istilah atau pengertian tertentu?. Hal ini mudah saja kalau
barang itu dapat ditunjuk. Misalnya, ‘Bunga anggrek itu apa?’. Sebagai jawaban kita
bisa saja langsung pergi ke kebun untuk melihat sendiri bagaimana rupa bunga
anggrek tersebut. Demikian banyak barang pula yang istilah atau pengertiannya
dapat ditunjukkan atau didefinisikan dengan menggunakkan cara yang sama,
contohnya meja, kursi, bangunan, pohon, binatang, dan sebagainya.
Akan tetapi, tidak semua hal dapat
ditunjuk dengan cara konkret itu! Misalnya untuk menerangkan alat televisi,
maka haruslah dengan memakai contoh-contoh atau perbandingan-perbandingan
dengan hal-hal yang sudah diketahuinya, misalanya dengan radio dan wayang.
Menerangkan kata-kata yang abstrak
itu lebih sulit lagi. Sebagai contoh ketika kita menerangkan arti kata
‘keadilan’ pada seorang anak. Meskipun diberi contoh tentang tindakan-tindakan
yang ‘adil’dan yang ‘tidak adil, tetap sukar baginya untuk memahami; apalagi
perbedaan ‘adil’ dan ‘layak’. Terpaksa kita harus menerangkan ‘apa keadilan
itu’ dengan kata-kata yang dapat menerangkan arti keadilan itu dengan jelas dan
tepat.
Perumusan yang singkat, padat,
jelas, dan tepat, yang menerangkan ,apa sebenarnya suatu hal itu’ sehingga
dengan jelas dapat dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain, disebut definisi.
Menurut arti kata, definisi berarti
‘pembatasan’. Maksudnya menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga
jelas apa yang dimaksudkan, tidak kabur dan tidak dicampuradukkan dengan
pengertian-pengertian lain. Definisi yang baik harus:
ΓΌ Merumuskan dengan jelas, lengkap, dan singkat semua
unsur pokok (isi) pengertian tertentu tertentu itu.
ΓΌ Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk
mengetahui apa sebenarnya barang itu (tidak lebih dan tidak kurang).
ΓΌ Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua
barang yang lain.
A.
Jenis-jenis Definisi
Ada dua macam definisi, yaitu definisi nominal dan
definisi riel.
1.
Definisi Nominal (atau
menurut kata atau nama)
Definisi nominal hanyalah menerangkan arti “nama
istilah tertentu”. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:
ΓΌ Kata sinonim = kata searti yang lebih umum dimengerti.
Misalnya: kongres = musyawarah; motif = alasan atau dorongan.
ΓΌ Mengupas asal-usul istilah tertentu (etimologi)
Misalnya: ‘filsafat’ itu
berasal dari kata Yunani ‘philosophia’. Dalam bahasa Yunani ‘philos’ berarti
‘cinta’, dan ‘sophia’ berarti ‘kebijaksanaan’. Jadi filsafat atau philosophia
berarti ‘cinta akan kebijaksanaan’.
Definisi nominal ini berguna sekali
untuk memberi petunjuk tentang arti kata dan mencegah kesalahpahaman. Definisi
nominal itu belumlah definisi dalam arti yang sebenarnya karena baru
menerangkan arti nama atau istilah saja, dan belum menerangkan apa sebenarnya
barang itu sendiri.
Misalnya, kalau hanya memandang arti
kata dan istilah ‘lokomotif’ saja, maka sebuah skooter-pun dapat disebut ‘lokomotif’. Jadi, supaya jelas, definisi
nominal paling sedikit harus dilengkapi dengan keterangan, bagaimana istilah
tertentu sekarang ini dipakai dalam masyarakat. Keterangan ini biasnya
diberikan dalam kamus. Misalnya:
-
Lokomotif : sebuah kereta mesin penarik kereta api (jadi tak
hanya ‘yang dapat bergerak’)
-
Otomobil : sebuah kendaraan beroda emapat yang ... (jadi tak
hanya ‘yang dapat bergerak sendiri’)
2.
Definisi Riel
Definisi riel menerangkan apa sebenarnya barang
tertentu itu, dengan menunjukkan realitas atau hakikat barang itu sendiri (bukan
hanya namanya saja). Ada pelbagai cara menyusun definisi riel (yang mungkin
saling melengkapi):
ΓΌ Dari sifat khas
atau hakiki (definisi logis/esensial)
Definisi ini selalu terdiri dari dua
bagian: Bagian pertama menunjukkan golongan ‘atasan’ atau jenis terdekat, yang
menyatakan kesamaan hal yang didefinisikan itu dengan barang-barang lain
(termasuk golongan mana). Bagian kedua menunjukkan sifat khas atau hakiki yang
hanya terdapat pada barang itu saja, jadi menyatakan dalam hal apa barang itu
justru berbeda dari barang-barang lain. Contoh: Kuda itu apa? Apakah sesuatu
yang bisa dimakan? Tidak! Kuda adalah sejenis binatang yang...
ΓΌ Dari kumpulan
sifat-sifat (definisi deskriptif)
Sedemikian rupa dari kumpulan sifat
sehingga semua sifat itu bersama-sama
cukup untuk menerangkan barang itu dengan jelas, hingga dapat dibedakan dari
barang-barang lain.
Definisi deskriptif ini banyak dipakai
dalam ilmu hayat, ilmu alam, dan sebagainya. Definisi deskriptif ‘cinta kasih’
misalnya sebagai berikut: Cinta kasih itu sabar, cinta kasih itu murah hati,
tidak memegahkan diri, tidak angkuh, tidak kurang sopan, tidak mencari
keuntungan diri sendiri, tidak lekas marah, tidak menaruh prasangka buruk,
tidak bersuka cita atas ketidakadilan, tetapi suka pada kebenaran. Cinta kasih
menutupi segalanya, mempercayai segalanya dengan sabar. Cinta kasih tidak akan
berkesudahan.
ΓΌ Dari sebab-sebab
dan atau tujuannya (definisi kausal atau final)
Banyak barang, alat, kejadian dapat
diterangkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya dan maksud-maksudnya.
Contoh:
Gerhana bulan ialah kehilangan sinar pada
bulan, yang disebabkan bumi berada di antara bulan dan matahari. Arloji ialah
suatu alat untuk menunjukkan waktu, yang demikian kecilnya hingga dapat
diikatkan pada pergelangan tangan atau dimasukkan dalam saku.
B.
Aturan-aturan Definisi
ΓΌ Sebuah definisi tidak boleh lebih luas atau lebih
sempit dari konotasi kata yang didefinisikan. Contoh definisi yang terlalu luas
adalah: merpati adalah burung yang dapat terbang cepat, (banya burung yang
dapat terbang cepat selain merpati). Definisi yang terlalu sempit adalah: Jujur
adalah sikap mau mengakui kesalahan sendiri, (mau mengakui kelebihan lawan juga
termasuk sikap jujur).
ΓΌ Definisi tidak boleh menggunakan kata yang
didefinisikan, dan definisi yang melanggar patokan ini disebut definisi sirkuler,
berputar atau tautologi, atau tahsilul hasil. Contoh yang salah
adalah: hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan, dan definisi yang
tepat adalah: hukum waris adalah hukum yang mengatur pembagian harta kekayaan
dari seseorang yang telah meninggal.
ΓΌ Definisi tidak boleh menggunakan penjelasan yang justru membingungkan.
Misalnya: sejarah adalah samudera pengalaman yang selalu bergelombang tiada
putus-putusnya.
ΓΌ Definisi tidak boleh menggunakan bentuk negatif.
Misalnya: indah adalah sesuatu yang tidak jelek.
ΓΌ Definisi harus dapat dibolak-balik dengan hal yang
didefinisikan itu. Dan perbalikan ini merupakan tes yang paling baik untuk
memeriksa tepat-tidaknya sebuah definisi. Contoh yang salah adalah: kerbau
didefinisikan sebagai binatang berwarna kelabu yang berekor panjang, definisi
ini tidak memenuhi syarat karena tikus dan gajah juga binatang yang berwarna
kelabu serta berekor panjang.
ΓΌ Definisi tidak boleh memuat metafora (kata-kata kiasan
tanpa maksud yang jelas), karena penggunaan definisi tersebut justru akan
menimbulkan kedwiartian dan mengaburkan makna yang dimaksud.
TERM
Untuk mengerti
arti dan kata tertentu, salah satu hal yang perlu kita perhatikan ialah tempat
dan fungsi kata itu di dalam suatu kalimat. Pemikiran kita tidak terdiri dari
kata-kata atau pengertian-pengertian yang terlepas satu dari yang lain.
Kata-kata tersebut dihubung-hubungkan menjadi kalimat-kalimat, sehingga
membentuk sebuah arti.
Dengan demikian, dalam suatu kalimat ada dua ter.
Misalnya dalam kalimat ‘Tono itu nakal’, maka (Tono = subjek) dan (nakal =
predikat) adalah term-termnya, yang dihubungkan oleh kata itu sebagai kata penghubung.
Suatu putusan atau kalimat pada pokoknya terdiri dari
3 unsur:
1.
Subjek : S
2.
Predikat : P
3.
Kata penghubung : ≠ atau , yaitu
tanda yang menyatakan adanya penghubung antar S dan P, yang dalam bahasa
Indonesia dapat dinyatakan dengan kata, seperti adalah, merupakan, dan lain-lain.
NB: S
dan P dapat terdiri dari satu kata saja (Tono, nakal), tetapi mungkin juga
beberapa kata yang bersama-sama atau sebagai satu kesatuan berfungsi sebagai S
dan P dalam sebuah kalimat. Misalnya: ‘Anak kecil yang duduk di pojok itu’
adalah satu term, yakni S dalam kalimat ‘Anak kecil yang duduk di pojok itu
adik saya’.
Referensi: Poespoprodjo,
W., Logika Ilmu Menalar, Bandung: CV
Pustaka Grafika, 2011.
0 komentar